BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri
individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang,
sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang
berperilaku menangis.
Dalam kehidupan banyak sekali permasalahan, dalam
berita-berita banyak dikabarkan orang masuk bui hanya karena tidak dapat
menahan emosi. Pemukulan, adu fisik dan bahkan pembunuhan. Tidak jarang kita juga mendengarkan
berita-berita yang beredar dalam dunia olahraga tentang tawuran antar pemain
sepakbola, pemukulan terhadap wasit sehingga insan olahraga yang seharusnya
menjunjung rasa sportifitas yang tinggi harus menerima sangsi hingga larangan
untuk bermain. Alangkah sayangnnya permasalah itu timbul hanya karena masalah sepele
dan emosi yang meluap-luap.
Beberapa kejadian buruk diakibatkan karena emosi,
sungguhnya emosi sendiri itu apa? Apa dampak positif dan negatif emosi
dalam dunia olahraga? Dan bagaimna cara melakukan pengelolaan emosi untuk mampu
meraih sebuah prestasi? Untuk memperjelas pertanyaan-pertanyaan yang selalu
muncul itu dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut pada
bab berikut tentang apa definisi emosi, dampak emosi dalam olahraga dan bagaimana pengelolaan
emosi itu.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk mempermudah dalam pembahasan nanti maka perlu dirumuskan
terlebih dahulu masalah-masalah pokok yang akan dibahas kemudian.
Adapun rumusan masalah yang akan diangkat dalam laporan ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan emosi?
2. Apa pengaruh-pengaruh positif dan
negatif dari emosi dalam kegiatan olahraga?
3. Bagaimana pengendalian emosi untuk
meraih prestasi?
1.3 Tujuan
Sebagaimana kegiatan-kegiatan laporan yang lain, laporan
ini memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dengan tujuan-tujuan
tersebut maka hasil laporan akan lebih terarah dan lebih sistematis. Dalam
laporan ini, penulis ingin mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahuiapa yang dimaksud
dengan emosi.
2. Untuk mengetahui pengaruh-pengaruh
positif dan negatif emosi dalam olahraga.
3. Untuk mengetahui bagaimana
pengendalian emosi dalam meraih prestasi.
1.4 Manfaat
1. Untuk Siswa
Dengan adanya makalah ini diharapkan siswa
dapat lebih mengetahui wawasan dan pengatahuan mengenai psikologi khususnya
emosi yang hubungannya dengan prestasi olahraga
2. Untuk
Guru
Sehubungan dengan adanya makalah ini
diharapkan guru khususnya guru pendidikan jasmani dapat memperdalam lagi
tentang psikologi siswanya sehingga tujuan yang akan dicapai dapat terlaksana
dengan baik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Emosi
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang
berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan
bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411)
emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis
dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri
individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati
seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong
seseorang berperilaku menangis.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai
pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti
meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia.
(Prawitasari,1995)
Dapat ditarik sebuah kesimpulan tentang definisi emosi
adalah suatu tindakan/respon dari rangsangan luar dimana keadaan fisiologis dan
psikologis tidak dalam keadaan seimbang.
Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi,
antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat),
hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy
(kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear
(ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman (2002 : 411)
mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di
atas, yaitu
a. Amarah :
beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati.
b. Kesedihan :
pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa.
c. Rasa takut :
cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang,
ngeri.
d. Kenikmatan :
bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga.
e. Cinta :
penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,
hormat, kemesraan, kasih.
f. Terkejut :
terkesiap, terkejut.
g. Jengkel : hina,
jijik, muak, mual, tidak suka.
h. Malu : malu hati, kesal
Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi
menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai
macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku
terhadap stimulus yang ada. Dalam the Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles
secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya
adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila
dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran,
nilai, dan kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi
tak terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut Aristoteles,
masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan
antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 2002 : xvi).
Menurut Mayer (Goleman, 2002 : 65) orang cenderung
menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu :
sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan
itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar
menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani
menjadi sia-sia.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa emosi
adalah suatu tindakan/respon dari rangsangan luar ataupun dalam dimana keadaan
fisiologis dan psikologis tidak dalam keadaan seimbang
2.2 Pengaruh Positif dan Negatif dari
Emosi
2.2.1 Sifat dan Fungsi Emosi
Menurut beberapa ahli sifat dan fungsi emosi antara lain
dijelaskan sebagai berikut:
1. Emosi memegang peranan penting bagi
kehidupan sehat, ekspresi diri, kepemimpinan, dan perkembangan nilai-nilai.
2. Emosi memperkaya dan mengisi arti
kehidupan bagiindividu. Tetapi kalau emosi terlalu menguasai individu akan
berakibat tampaknya tingkah laku yang irrasional, yang akan menyebabkan
penganalisaan yang tidak teliti.
3. Emosi mempengaruhi cara kerja
kelenjar-kelenjar yang akibatnya seluruh pribadi dapat terpengaruh baik yang
menyangkut cara-cara berfikir, bertindak dalam mengambil suatu keputusan, dan
juga sikap mental.
4. Emosi dapat dirasakan tanpa
diketahui dimana tempatnya.
Kalau kita pelajari fungsi dan sifat emosi tersebut di atas,
maka tidak mengherankan kalau tindakan seseorang itu juga diwarnai oleh emosi
di samping oleh pertimbangan-pertimbangan pikir dan akalnya. Yang menjadi
persoalan sekarang adalah sampai beberpa jauh emosi itu dapat memberikan
pengaruh-pengaruh positif dan negtif ?
2.2.2 Dampak positif emosi
Dampak
positif emosi ini sangat tergantung kepada pribadi dan pengalaman-pengalaman
seseorang. Pengalaman akan banyak mempengaruhi perkembangan emosi baik yang
bersifat memupuk, menghambat, dan mematikan. Semakain banyak pengalaman
seseorang didasari oleh pengertian dan kemauan untuk mempelajari
pengalaman-pengalaman yang dialami. Jelas akan memberikan pengaruh yang positif
terhadap tindakan-tindakan berikutnya, mereka akan lebih mampu mengendalikan
emosi dalam batas-batas yang diinginkan. Mereka akan dapat memanfaatkan
dorongan emosi tanpa menggangu pelaksanaan suatu tindakan. Begitu pula dalam
dunia olahraga, pengendalian emosi sangat menentukan dalam pencapaian prestasi.Di
dalam dunia olahraga cukup banyak rangsangan-rangsangan yang dapat memacu
perkembangan emosi.
Sarat mutlak tergeraknya emosi adalah adanya
rangsangan.Sedangkan rangsangan-rangsangan dapat menimbulkan emosi kalau
rangasangan dapat menggerakkan dorongan-dorongan individu.Beberapa jauh efek
rangsangan tersebut terhadap emosi sangat tergantung paa sifat dan tempramen
serta keadaan individu itu sendiri, di samping juga bergantung pada keteraturan
dan kekuatan rangsangan yang memacu emosi tersebut.Pengertian dan pengalaman
terhadap situasi sesaat ikut menentukan pula.
Di dalam kegiatan olahraga, pengalaman bertanding sangat
menentukan bagi perkembangan emosi.Dengan bertanding olahraga para olahragawan
selalu dapat rangsangan-rangsangan emosi yangb beraneka ragam, baik yang datang
dari penonton, lawan bertanding ataupun wasit, dan sebagainya. Kadang
rangsangan-rangsangan ini terlalu kuat bagi olahragawan yang lain. Adalah
paling baik apabila rangsangan tersebut mampu merangsang emosi
setinggi-tingginya tanpa menimbulkan gejala-gejala over stimulus, sehingga
olahragawan tersebut dapat bertindak dengan semangat yang tinngi tanpa
kehilangan pertimbangan pemikiran dan akalnya.Hal inilah yang harus diusahakan
oleh seorang pelatih meskipun agak sulit. Kepekaan emosi tidaklah sama. Setiap
olahragawan mempunyai kepekaan emosi yang berbeda-beda tergantung pada kekayaan
pengalaman, pengertian, pengetahuan terhadap situasi sesaat dan masih banyak
lagi hal-hal yang ikut mempengaruhinya.
2.2.3 Dampak negatif
Dalam kondisi-kondisi tertentu dalam suatu pertandingan atau
perlombaan dalam olahraga seperti rasa lelah, ejekan penonton, angka lawan di
atas kita dan lainya. Mungkin olahragawan akan mudah sekali menjadi
tersinggung, marah-marah, kesal, dan tidak bisa berfikir lagi dengan tenang.
Akhirnya tindakan-tindakannya didominasi oleh emosi kemarahannya dibandingankan
dengan pertimbangan-pertimbangan akal dan pikirannya. Emosi yang dapat
memberikan pengaruh-pengaruh negatif dalam olahraga antara lain
adalah sebagai berikut :
a. Gelisah
Gelisa adalah gejala takut atau dapat
pula dikatakan saraf takut yang masih ringan. Biasanya rasa gelisah ini terjadi
pada saat-saat menjelang pertandingan akan dimulai. Rasa gelisah akan terjadi
apabila seseorang itu belum mengalami apa yang akan dilakukanya atau dapat pula
terjadi oleh misalnya ketidak mampuan terhadap apa saja yang akan dikerjakan
atau mungkin adanya rasa “sentiment”, kebingungan atau ketidak pastian. Rasa
gelisa akan berubah menjadi menggembirakan manakala penyebab rasa
gelisah (pertandingan akan dimainkan) tertunda pelaksanaannya.
Bagaimana cara untuk menghindari atau
mengurangi timbulnya kegelisahan? Cara yang baik adalah dengan jalan
merasionalisasi emosi, yaitu segala hal yang negative dianggap positif. Hal-hal
demikian dapat dilatihkan, yaitu dengan membiasakan untuk:
1. Merumuskan
persoalan-persoalan yang sebenarnya merupakan sebab kegelisahan secara jelas.
2. Memperhitungkan
segala kemungkinan yang menjadi akibatnya sejak yang paling ringan sampai pada yang
paling berat atau paling jelek.
3. Membuat
persiapan untuk menghadapi setiap kemungkinan yang biasanya terjadidengan
segala rumus pemecahanya baik oleh diri sendiri maupun dengan orang lain.
4. Menghadapi
persoalan-persoalan dengan rasa siap dan tabah dan serta percaya pada kemampuan
diri sendiri.
Dengan cara-cara tersebut di atas dapat
diharapkan kegelisahan yang menjangkiti para olahragawan sedikit demi sedikit
bisa dikurangi atau bahkan dapat dihilangkan.
b. Takut
Hampir semua orang mempunyai
pengalaman-pengalaman yang menentukan. Takut biasanya berakar pada pengalaman
sebelumnya atau pada masa-masa lampau yang pengaruhnya pada tingkah laku dan kepribadian
seseorang yang membekas sepanjang hidupnya. Takut banyak
macam-macamnya, misalnya takut pada binatang, takut sendirian takut
jika berada di depan orang banyak, takut pada timbulnya cidera dan sebagainya.
kegelishan yang menjngkit pada atlit
dapat berubah menjadi ketakutan apabila tidak mendapat penyelesaian yang sebaik-baiknya.
Rasa takut dapat member pengaruh yang negative atau positif terhadap
perkembangan kepribadian seseorang. Dlam batas-batas yang masih normal rasa
takut akan member pengruh yang positif, karena dengan rasa takut tersebut
seseorang akan lebih berhati-hati terhadap apa yang ditakutinya, misalnya saja
dia jadi lebih siap atau sebaiknya mungkin dia lebih baik menghindari.
Rasa takut lebih baik jangan dihindari
sama sekali, tetapi dikendalikan.misalnya seorang atlit yangtidak memiliki
ketakutan terhadap kekalahap keklahan dalam pertandingan yang akan diikuti. Ia
akan berbuat apa yang dikehenakiny, akhirnya ia akan tersesat oleh perasaan
“kalah ya biar”.usaha yang kira-kira dirasa terlalu berat untuk meraih
keunggulan nilai, cenderung untuk tidak dilaksanakan, karena dipandang terlalu
menghabiskan tenaga disamping juga sikap berhati-hati juga menjadi berkurang.
Konsentrasi menjadi buyar dan usaha-usaha untuk mencari kelemahan- kelemahan
lawan tidak ada lagi.
Contoh lain dalam kehidupan
sehari-hari. Seseorang anak yang sama sekali tidak takut jatuh dari pohon, maka
sikap hati-hati waktu memanjat pohon akan berurang kalau dibandingkan dengan
anak-anak yang takut jatuh. Begitu pula anak yang tidk takut jatuh dri sepeda
motor, akan lebih berani dan terlalu berani sewaktu mengendarai sepeda motor
dengan kecepatan tinggi yang kadang-kadang tidak memikirkan kemungkinan
adadanya kecelakaan yang dapat ditimbulkan akaibat perbuatannya.
Rasa takut juga tidak boleh ditanamkan
sehingga menyebabkan orang sama sekali tidak berani mengambil resiko, akhirnya
orang tersebut terlalu berhati-hati, terlalu banyak perhitungan yang
kadang-kadang yang tidak diperlukan.akibatnya orang tersebut tidak pernah mau
mencoba dan berusaha untuk mengatasi ketakutannya yang timbul.
Yang paling baik adalah kalau takut
dikendalikan, artinya tidak ditahan, tetapi juga tidak dihilangkan sama sekali.
Hal ini memang sulit sampai seberapa jauh takut itu harus dikendalikan, karena
kalau salah cepat menjadi hobi.
Dalam dunia olahraga rasa takut kalah
di dalam batas-batas normal adalah baik, karena dengan demikian seseorang akan
mempersiapkan diri untuk menghindari kekalahan. Melatih diri, berusaha mencari
kelemahan-kelemahan lawan, penghematan tenaga / penghematan penghamburan tenaga
yang tidak perlu dan sebagainya. Jadi sekali-sekali jangan menartikan
pengendalian rasa takut sama dengan menanamkan rasa takut.
Menurut beberapa pendapat yang
dikumpulkan oleh Reuben B. Frost dari Springfield College mengenai bagaimana
harus/menangani masalah takut ini, antara lain diajukan beberapa pendapat
sebagai berikut:
1. Mencoba
menemukan dan memahami sebab-sebab terjadi rasa takut.
2. Mendekati dan
mengenali situasi yang di takuti secara sedikit demi sedikit.
3. Mempersiapkan
diri untuk menghadapi apa yang ditakuti dengan membuat perencanaan yang pasti
dan taktik yang tepat guna.
4. Menguji dan
menganalisa alasan-alasan mengapa sampai terjadi ketakutan. Menolong mencarikan
sebab-sebab timbulnya kesulitan-kesulitan yang ditakuti (adakah pengaruh
kecelakaan yang dulu-dulu atau memang belum mengenal problimnya).
5. Menanamkan
keakraban antara anggota group dan rasa saling percaya antara anggota
(berdiskusi bersama-sama, ngomong-ngomong, menyanyi bersama, dsb.)
6. Memberikan
sugesti bahwa orang-orang yang banyak pengalaman akan selalu memberikan
pertolongan kepada yang muda-muda.
7. Meningkatkan
kekuatan dan ketrampilan (skill).
8. Kerjakan
sesuatu yang dapat menghilangkan rasa takut.
9. Kebanyakan rasa
takut akan lenyap pada waktu kegiatan-kegiatan yang ditakutkan itu telah mulai
dilakukan.
c. Marah
Marah adalah emosi yang sering timbul
juga dalam dunia olahraga, dan marah ini pernyataanya selalu dijunjukan pada
benda-benda atau orang-orang di sekitarnya dalam bentuk-bentuk yang bersifat agresif
dan spontan.
Manifestasi marah bentuknya
bermacam-macam bergantung pada taraf pendidikan, kebisaan, umur, dan
sebagainya. Marah juga dapat menimbulkan tenaga yang luar biasa yang tidak
mungkin dapat diperbuat oleh orang tersebut dalam kehidupan sehari-hari yaitu
pada saat-saat dia tak marah.
Karena marah juga termasuk emosi, maka
seseorang yang sedang marah sudah jelas akan kehilangan
pertimbangan-pertimbangan akalnya sehingga orang yang sedang marah itu tidak
mungkin lagi untuk mengerjakan hal-hal yang rumit yang membutuhkan ketelitian.
Begitu pula dalam kehidupan berolahraga, terutama dalam
pertandingan-pertandingan, banyak sekali rangsangan-rangsangan yang memancing
kemarahan para olahragawan yang sedang bertanding, sehingga mengakibatkan
tindakan-tindakan bagi yang sedang marah itu menjadi lebih agresif, spontan,
kurang perhitungan sehingga ketelitiannya juga berkurang. Karena ketelitiannya
hanya menyalurka kemarahan untuk hal-hal yang dapat mencelakakan atau
merugikanlawannya. Misalnya saja kalau dalam bermain bola volley keinginannya
juga hanya bermain keras saja artinya dia ingin men-smash bola
sekeras-kerasnya, syukur-syukur kalau tangan yang men-block itu cidera karena
akibat dari kerasnya smash yang dilakukan, misalnya jari tangan lawan itu dapat
tergilir atau sobek. Dia tidak lagi ingin placing bola kearah tempat-tempat
yang kosong. Makin dia gagal makin bertambah marahnya. Selama dia belum merasa
puas dalam meyalurkan kemarahannya, selama itu pula tindakan-tindakannya atau
usaha-usaha hanya akan lebih banyak dikendalikan emosi amarahnya dan jauh dari
pertandingan akalnya.
Karena sifat marah memerlukan
spontanitas dan ditunjukkan dalam bentuk-bentuk agresifitas, maka jalan paling
baik adalah jika atlit-atlit tersebut dapat dapat menghambat spontanitasnya dan
mengurangi sikap agresifitasnya. Artinya menanggapi kemarahan itu dengan
sikap-sikap yang baik atau positif. Kalau dalam olahraga yang ada time-out,
lebih baik diambil time-out terlebih dahulu agar spontanitas kemarahan itu
tertunda pelaksanaanya. Meskipun hanya beberapa detik, biasanya sudah cukup
untuk mengurangi derajat kemarahannya. Kadang-kadang seseorang yang marah dapat
mengatasi kemarahanya dengan cara mengambil nafas dalam-dalam beberapa kali
dengan menghitung sampai beberapa puluh atau menghadapi kemarahan itu dengan
senyum untuk mengurangi kemarahan tersebut.
Dalam pertandingan-pertandingan adalah
sukar untuk dapat menghilangkan sumber darai kemarahan, sebab dalam dunia
olahraga kadang-kadang memancing kemarahan lawan adalah disengaja dengan
harapan kalau lawan itu sudah tidak sadar lagi, akibatnya dia ingin tetapi main
keras yang dapat mengakibatkan banyaknya energy yang harus dikeluarkan sehingga
pada suatu saat dia kehabisan tenaga dapat dengan mudah untuk
dikalahkan.hal-hal seperti diatas harus disadari , dimengerti dan disadari oleh
para olahragawan, jangan sampai dia kena pancing siasat lawan untuk menjadi
marah. Ingat marah memang dapat menimbulkan tenaga yang luar biasa, tetapi
jangan sampai mengakibatkan hilangnya pertimbangan akal dalam menyalurkan
timbulnya tenaga tersebut.
Manfaat tenaga itu untuk usaha-usaha
yang produktif. Untuk mengurangi akibat-akibat negatif yang dapat ditimbulkan
oleh kemarahan perlu dicari bagaimana jalan meredahkan kemarahan yang terjadi.
Hal ini dapat diusahakan antara lain dengan cara:
1. Menghambat
spontanitas tindakan kemarahan
2. Mengurangi
agresifitas tindakan kemarahan.
3. Menanggapi
kemarahan dengan tindakan-tindakan atau usaha yang positif.
4. Melupakan atau
menghilangkan/menghindari sumber kemarahan.
2.3 Pengendalian Emosi kunci Meraih
Prestasi
Anthony Dio Martin penulis buku Emotional Quality
Managament (2003) dan Audio Book Emotional Power (2004), mengungkapkan bahwa
kesuksesan itu ditentukan oleh visi, imajinasi, aksi dan emosi. Emosi berperan
penting, karena manusia saling berhubungan satu dengan yang lain.
Seringkali kita menganggap bahwa emosi adalah hal yang
begitu saja terjadi dalam hidup kita. Kita menganggap bahwa perasaan marah,
takut, sedih, senang, benci, cinta, antusias, bosan, dan sebagainya adalah
akibat dari atau hanya sekedar respon kita terhadap berbagai peristiwa yang
terjadi pada kita.
Daniel Goleman
dalam bukunya, Emotional Intelligence, mendivinisikan emosi merujuk pada suatu
perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis,
dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sedangkan Anthony Robbins dalam
Awaken the Giant Within menunjuk emosi sebagai sinyal untuk melakukan suatu
tindakan.
Di sini ia melihat bahwa emosi bukan akibat atau sekadar respon, tetapi justru sinyal untuk kita melakukan sesuatu. Jadi dalam hal ini ada unsur proaktif, yaitu kita melakukan tindakan atas dorongan emosi yang kita miliki. Bukannya kita bereaksi atau merasakan perasaan hati atau emosi karena kejadian yang terjadi pada kita. Padahal sesungguhnya kemampuan kita dalam mengendalikan dan mengelola emosi kita merupakan faktor penentu penting keberhasilan atau kesuksesan dalam berbagai aspek kehidupan kita.
Di sini ia melihat bahwa emosi bukan akibat atau sekadar respon, tetapi justru sinyal untuk kita melakukan sesuatu. Jadi dalam hal ini ada unsur proaktif, yaitu kita melakukan tindakan atas dorongan emosi yang kita miliki. Bukannya kita bereaksi atau merasakan perasaan hati atau emosi karena kejadian yang terjadi pada kita. Padahal sesungguhnya kemampuan kita dalam mengendalikan dan mengelola emosi kita merupakan faktor penentu penting keberhasilan atau kesuksesan dalam berbagai aspek kehidupan kita.
Sejak diperkenalkan Kecerdasan Emosi (Emotional
Intelligence - EQ) oleh Daniel Goleman pada 1995 tersebut, perhatian masyarakat
mulai beralih dari kecerdasan intelektual (IQ) semata kepada kecerdasan
emosional. Dan tahukah anda bahwa kesuksesan seseorang itu 80% ditentukan oleh
EQ ketimbang IQ.
Emosinya merupakan sumber kekuatan yang sangat dahsyat
maka sebenarnya kelemahannya merupakan kekuatannya, tentu dengan catatan jika
dia dapat mengelolanya dengan baik.
Lantas timbul satu pertanyaan, bagaimana mengelola emosi?
Dr. Patricia Patton dalam bukunya Emotional Quotient mengungkapkan bahwa untuk
mampu mengatur emosi adalah dengan cara belajar.
1. Belajar
mengidentifikasikan apa saja yang bisa memicu emosi kita dan respon apa yang
biasa kita berikan.
2. Belajar dari
kesalahan, belajar membedakan segala hal di sekitar kita yang dapat memberikan
pengaruh dan yang tak dapat memberikan pengaruh pada diri kita.
3. Belajar selalu
bertanggung jawab pada setiap tindakan kita.
4. Belajar mencari
kebenaran, belajar memanfaatkan waktu secara maksimal untuk menyelesaikan
masalah.
5. Belajar
menggunakan kekuatan sekaligus kerendahan hati.
Kelima hal inilah yang apabila kita pelajari akan memudahkan diri kita dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kelima hal inilah yang apabila kita pelajari akan memudahkan diri kita dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Dengan kelima hal inilah maka dengan mudah kita mampu
mengendalikan emosi itu. Kita mampu mengelola emosi itu sehingga bisa kita
endapkan dalam hati. Jika kita mampu mengelolanya maka jadilah emosi itu
sebagai energi untuk memajukan diri. Contohnya, seorang Peter Gade yang mampu
mengelola emosinya, menggunakan semangat dari kemarahan karena sering
disepelekan karena usianya yang sudah tua) menjadi pemicunya dalam mengejar
prestasi sehingga dia bisa membuktikan kalau dia bukan si pecundang tua yang dapat
disepelekan dalam TUC kemarin.
Tetapi yang tak boleh dilupakan, sebagai makhluk sosial,
manusia tak bisa menghindarkan diri untuk berinteraksi dengan manusia yang
lain, dalam hal ini dengan kemampuan menggunakan emosi sebagai pembawa
informasi, kita bisa melihat sisi, kadar intensitas emosi orang lain yang
muncul dari komunikasi non-formalnya, berupa ekspresi, tekanan nada suara,
gerakan ataupun bahasa tubuh yang dipakainya. Jika kita mampu membaca
bahasa-bahasa itu maka bisa diupayakan tindakan kontra reaksi dari emosi orang
tersebut.
Umpamanya, jika kita lihat ada gejala mitra atau lawan
bicara kita kurang suka, maka kita antisipasi dengan dengan berbicara yang
bersifat menetralkan perasaan orang tersebut. Setelah kita pahami masalah emosi
diri maupun emosi orang lain, maka secara mudah kita menjalin hubungan
interpersonal dengan orang lain. Sehingga diharapkan muncul pribadi yang
menyenangkan. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik akan peka
terhadap situasi apapun yang sedang terjadi, serhingga dengan mudah menyiapkan
strategi kontra situasi terhadap suatu konflik yang ada.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk
bertindak. Emosi
dapat diartikan sebagai suatu tindakan/respon dari rangsangan luar ataupun
dalam dimana keadaan fisiologis dan psikologis tidak dalam keadaan seimbang.Sebagai contoh
emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara
fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku
menangis.
Pengaruh posifif dari emosi adalah memiliki semangat yang
tinggi, energi lebih untuk beraktifitas dan motivasi diri.Semua hal tersebut
sangat berpengaruh tergantung pada kekayaan pengalaman, pengertian,
pengetahuan terhadap situasi sesaat.Pengaruh negatif dari emosi adalah gelisah,
takut, dan marah.
Anthony Dio
Martin penulis buku Emotional Quality Managament (2003) dan Audio Book
Emotional Power (2004), mengungkapkan bahwa kesuksesan itu ditentukan oleh
visi, imajinasi, aksi dan emosi. Emosi berperan penting, karena manusia saling
berhubungan satu dengan yang lain. Menurut Daniel Goleman pada 1995 mengemukakan bahwa
kesuksesan seseorang itu 80% ditentukan oleh EQ ketimbang IQ.
Adapun
cara untuk mengelola emosi adalah sebagai berikut :
1. Belajar
mengidentifikasikan apa saja yang bisa memicu emosi kita dan respon apa yang
biasa kita berikan.
2. Belajar dari
kesalahan, belajar membedakan segala hal di sekitar kita yang dapat memberikan
pengaruh dan yang tak dapat memberikan pengaruh pada diri kita.
3. Belajar selalu
bertanggung jawab pada setiap tindakan kita.
4. Belajar mencari
kebenaran, belajar memanfaatkan waktu secara maksimal untuk menyelesaikan
masalah.
5. Belajar
menggunakan kekuatan sekaligus kerendahan hati.
3.2 Saran
Emosi dapat diartikan sebagai suatu tindakan/respon dari
rangsangan luar ataupun dalam dimana keadaan fisiologis dan psikologis tidak
dalam keadaan seimbang.Bagi para olahragawan harus memiliki kekayaan pengalam,
pengertian dan pengetahuan yang baik agar emosi dapat dikelola dengan baik agar
memperoleh hasil yang positif berupa semangat juang yang tinggi, energi
tambahan dan memacu motivasi diri kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar